Munculnya titik-titik baru banjir, termasuk stasiun dan rumah sakit menjadi buktinya.
Hujan deras disertai angin dalam beberapa hari terakhir mengakibatkan banjir di 20 titik, termasuk di wilayah yang tidak biasa banjir.
Hujan deras disertai angin dalam beberapa hari terakhir mengakibatkan banjir di 20 titik, termasuk di wilayah yang tidak biasa banjir.
Genangan setinggi setengah meter bahkan sempat membuat Stasiun Bandung lumpuh. Semua jadwal keberangkatan dan kedatangan kereta api ditunda.
Genangan air juga ditemukan di Rumah Sakit Cicendo dan Rumah Sakit Umum Daerah Ujungberung. Banjir di fasilitas-fasilitas layanan publik itu merupakan yang pertama kalinya terjadi.
"Kota ini tidak siap menghadapi ancaman bencana, terutama banjir. Titik-titik banjir baru bermunculan ketika titik-titik rutin seperti Pasteur, Pagarsih, dan Gedebage belum tuntas tertangani,” ujar pakar tata kota ITB, Denny Zulkaidi, kepada Pikiran Rakyat.
Diungkapkan Denny, kondisi cuaca ekstrem yang terjadi sepanjang tahun ini turut berkontribusi terhadap rentetan bencana banjir di Kota Bandung dalam beberapa pekan terakhir. Namun, menimpakan seluruh kesalahan pada cuaca juga kurang tepat.
”BMKG sudah jauh-jauh hari memperingatkan adanya potensi cuaca ekstrem akhir tahun ini. Ada waktu untuk bersiap. Hal ini yang tidak dikerjakan secara optimal. Ketiadaan BPBD di kota ini membuat koordinasi antisipasi bencana tak jelas siapa bertanggung jawab,” tutur Denny.
Denny menegaskan, pentingnya penanganan masalah banjir secara integral. Penambahan ukuran gorong-gorong di Dago, misalnya, belum bakal efektif menuntaskan genangan karena sistem drainase di bawahnya belum disesuaikan kapasitasnya.
Koordinasi dengan wilayah-wilayah di Bandung Raya juga mutlak dilakukan. Pemkot Bandung tidak akan bisa menangani banjir sendirian. Menurut Denny, komitmen bersama yang beberapa hari lalu diinisiasi Pemprov Bandung merupakan langkah positif.
”Tapi ini kan baru komitmen di atas kertas, belum aksi. Nah, pelaksanaan di lapangan inilah yang musti segera dikerjakan dengan serius,” ucapnya.
Genangan air juga ditemukan di Rumah Sakit Cicendo dan Rumah Sakit Umum Daerah Ujungberung. Banjir di fasilitas-fasilitas layanan publik itu merupakan yang pertama kalinya terjadi.
"Kota ini tidak siap menghadapi ancaman bencana, terutama banjir. Titik-titik banjir baru bermunculan ketika titik-titik rutin seperti Pasteur, Pagarsih, dan Gedebage belum tuntas tertangani,” ujar pakar tata kota ITB, Denny Zulkaidi, kepada Pikiran Rakyat.
Diungkapkan Denny, kondisi cuaca ekstrem yang terjadi sepanjang tahun ini turut berkontribusi terhadap rentetan bencana banjir di Kota Bandung dalam beberapa pekan terakhir. Namun, menimpakan seluruh kesalahan pada cuaca juga kurang tepat.
”BMKG sudah jauh-jauh hari memperingatkan adanya potensi cuaca ekstrem akhir tahun ini. Ada waktu untuk bersiap. Hal ini yang tidak dikerjakan secara optimal. Ketiadaan BPBD di kota ini membuat koordinasi antisipasi bencana tak jelas siapa bertanggung jawab,” tutur Denny.
Denny menegaskan, pentingnya penanganan masalah banjir secara integral. Penambahan ukuran gorong-gorong di Dago, misalnya, belum bakal efektif menuntaskan genangan karena sistem drainase di bawahnya belum disesuaikan kapasitasnya.
Koordinasi dengan wilayah-wilayah di Bandung Raya juga mutlak dilakukan. Pemkot Bandung tidak akan bisa menangani banjir sendirian. Menurut Denny, komitmen bersama yang beberapa hari lalu diinisiasi Pemprov Bandung merupakan langkah positif.
”Tapi ini kan baru komitmen di atas kertas, belum aksi. Nah, pelaksanaan di lapangan inilah yang musti segera dikerjakan dengan serius,” ucapnya.
Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengakui, banjir di Kota Bandung diakibatkan cuaca ekstrem. Namun, Badan Geologi dan Walhi Jabar mengatakan, kerusakan kawasan hulu akibat alih fungsi lahan menjadi penyebab utama banjir di kota Bandung.*
Post a Comment
Post a Comment