Langkah itu ditempuh Aa Gym sesuai dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No 14 Tahun 2020 terkait ancaman penyebaran Virus Corona alias Coronairus Disease 2019 (Covid-19).
"Kami di sekitar Jakarta pun salat di rumah. Masjid-masjid di bawah naungan Daarut Tahuhid juga ditutup sementara untuk salat jamaah maupun salat jumat. Bukan karena ragu terhadap janji jaminan Allah, melainkan karena tanggung jawab kita bersama untuk menutup setiap celah penyebaran virus ini," kata pria yang biasa disapa Aa Gym melalui video yang dipostingnya melalui akun Twitternya, @aagym, Rabu (18/3/2020).
Aa Gym menyerukan kepada para santri, jamaah, dan umat Islam untuk lebih memahami dan mengikuti fatwa MUI. Kendati demikian, dia menghormati bila ada perbedaan pendapat pribadi.
"Kita hargai pendapat-pendapat dengan pribadi-pribadi namun cukup, karena bagi kita fatwa pada ulama yang memiliki otoritas keilmuan dan tanggung jawab untuk menjaga akidah dan amalan umat Islam, khususnya di Indonesia," tulisnya.
"Insya Allah niat dan kebiasaan kita ke masjid akan tetap mengalir pahala yang sama," tambahnya.
Aa Gym berdoa meminta kepada Allah SWT untuk mencabut musibah Corona yang saat ini dihadapi umat manusia.
"Memang sementara pintu masjid ditutup, tapi yakinlah pintu rahmat Allah senantiasa terbuka bagi siapa pun, di mana pun, kapan pun, bagi yang yakin beribadah dengan benar dan senantiasa berlindung dan mengharapkan pertolongan-Nya semoga Allah segera mencabut musibah ini dari kita semua. Aamin ya Roball Aalamiin," ucap Aa Gym.
Sebelumnya, MUI mengeluarkan fatwa berisi panduan beribadah bagi umat Islam dalam situasi wabah Virus Corona.
MUI mengimbau umat Islam shalat di rumah untuk sementara hingga situasi kondusif. Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas mengingatkan pentingnya soal kaidah "dar'ul mafasid muqoddam 'ala jalbil mashalih" atau menghindari dan menjauhi kerusakan harus didahulukan daripada menarik kemashlahatan.
"Tentu dalam hal ini harus benar-benar kita kedepankan agar bencana dan malapetaka tidak mengenai diri dan bangsa ini," katanya dikutip Antara.
Siapa pun, kata dia, tidak boleh menganggap enteng bahaya dari virus corona karena kalau tidak mampu dan tidak berhasil memutus mata rantai penularannya maka korbannya tentu akan berjatuhan.
Menurut Buya Anwar, virus corona menular dari orang ke orang dalam jarak dekat sehingga siapapun harus menjauhi keramaian dan atau berkumpul dalam jumlah yang banyak.
MUI, kata dia, telah mengeluarkan fatwa tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi wabah COVID-19 agar umat dan masyarakat bisa terhindar dari bahaya yang akan ditimbulkan oleh virus tersebut.
"Dan itu pulalah sebabnya banyak organisasi dan lembaga yang semula akan menyelenggarakan muktamar dan atau diskusi serta seminar membatalkan dan atau menundanya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, kalau ada organisasi dan atau kelompok yang berencana akan menyelenggarakan acara yang akan menghadirkan banyak orang agar menundanya.
Hal itu, lanjut dia, sebagai upaya menghindarkan masyarakat dari wabah corona serta untuk terciptanya kemaslahatan umum.
Berikut ini salinan fatwa MUI No. 14 Tahun 2020.
MUI mengimbau umat Islam shalat di rumah untuk sementara hingga situasi kondusif. Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas mengingatkan pentingnya soal kaidah "dar'ul mafasid muqoddam 'ala jalbil mashalih" atau menghindari dan menjauhi kerusakan harus didahulukan daripada menarik kemashlahatan.
"Tentu dalam hal ini harus benar-benar kita kedepankan agar bencana dan malapetaka tidak mengenai diri dan bangsa ini," katanya dikutip Antara.
Siapa pun, kata dia, tidak boleh menganggap enteng bahaya dari virus corona karena kalau tidak mampu dan tidak berhasil memutus mata rantai penularannya maka korbannya tentu akan berjatuhan.
Menurut Buya Anwar, virus corona menular dari orang ke orang dalam jarak dekat sehingga siapapun harus menjauhi keramaian dan atau berkumpul dalam jumlah yang banyak.
MUI, kata dia, telah mengeluarkan fatwa tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi wabah COVID-19 agar umat dan masyarakat bisa terhindar dari bahaya yang akan ditimbulkan oleh virus tersebut.
"Dan itu pulalah sebabnya banyak organisasi dan lembaga yang semula akan menyelenggarakan muktamar dan atau diskusi serta seminar membatalkan dan atau menundanya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, kalau ada organisasi dan atau kelompok yang berencana akan menyelenggarakan acara yang akan menghadirkan banyak orang agar menundanya.
Hal itu, lanjut dia, sebagai upaya menghindarkan masyarakat dari wabah corona serta untuk terciptanya kemaslahatan umum.
Berikut ini salinan fatwa MUI No. 14 Tahun 2020.
FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor 14 Tahun 2020
Tentang
PENYELENGGARAN IBADAH DALAM SITUASI TERJADI WABAH COVID-19
Ketentuan Hukum:
1. Setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal yang diyakini dapat menyebabkannya terpapar penyakit, karena hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams).
2. Orang yang telah terpapar virus Corona, wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang lain. Baginya shalat Jumat dapat diganti dengan shalat zuhur di tempat kediaman, karena shalat Jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang sehingga berpeluang terjadinya penularan virus secara massal. Baginya haram melakukan aktifitas ibadah sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan, seperti jamaah shalat lima waktu/ rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan tabligh akbar.
3. Orang yang sehat dan yang belum diketahui atau diyakini tidak terpapar COVID-19, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia boleh meninggalkan shalat Jumat dan menggantikannya dengan shalat zuhur di tempat kediaman, serta meninggalkan jamaah shalat lima waktu/rawatib, Tarawih, dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya.
b. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya rendah berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia tetap wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri agar tidak terpapar virus Corona, seperti tidak kontak fisik langsung (bersalaman, berpelukan, cium tangan), membawa sajadah sendiri, dan sering membasuh tangan dengan sabun.
4. Dalam kondisi penyebaran COVID-19 tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan shalat jumat di kawasan tersebut, sampai keadaan menjadi normal kembali dan wajib menggantikannya dengan shalat zuhur di tempat masing-masing. Demikian juga tidak boleh menyelenggarakan aktifitas ibadah yang melibatkan orang banyak dan diyakini dapat menjadi media penyebaran COVID-19, seperti jamaah shalat lima waktu/ rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim.
5. Dalam kondisi penyebaran COVID-19 terkendali, umat Islam wajib menyelenggarakan shalat Jumat.
6. Pemerintah menjadikan fatwa ini sebagai pedoman dalam upaya penanggulangan COVID-19 terkait dengan masalah keagamaan dan umat Islam wajib mentaatinya.
7. Pengurusan jenazah (tajhiz janazah) terpapar COVID-19, terutama dalam memandikan dan mengkafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Sedangkan untuk menshalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar COVID-19.
8. Umat Islam agar semakin mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak ibadah, taubat, istighfar, dzikir, membaca qunut nazilah di setiap shalat fardhu, memperbanyak shalawat, memperbanyak sedekah, dan senantiasa berdoa kepada Allah SWT agar diberikan perlindungan dan keselamatan dari musibah dan marabahaya (doa daf’u al-bala’), khususnya dari wabah COVID-19.
9. Tindakan yang menimbulkan kepanikan dan/atau menyebabkan kerugian publik, seperti memborong dan menimbun bahan kebutuhan pokok dan menimbun masker hukumnya haram.
Rekomendasi:
1. Pemerintah wajib melakukan pembatasan super ketat terhadap keluar-masuknya orang dan barang ke dan dari Indonesia kecuali petugas medis dan impor barang kebutuhan pokok serta keperluan emergency.
2. Umat Islam wajib mendukung dan mentaati kebijakan pemerintah yang melakukan isolasi dan pengobatan terhadap orang yang terpapar COVID-19, agar penyebaran virus tersebut dapat dicegah.
3. Masyarakat hendaknya proporsional dalam menyikapi penyebaran COVID-19 dan orang yang terpapar COVID-19 sesuai kaidah kesehatan. Oleh karena itu masyarakat diharapkan menerima kembali orang yang dinyatakan negatif dan/atau dinyatakan sembuh.
Ketentuan Penutup:
1. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata dibutuhkan perbaikan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, semua pihak diimbau untuk menyebarluaskan fatwa ini.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 21 Rajab 1441 H/16 Maret 2020 M
MAJELIS ULAMA INDONESIA
KOMISI FATWA
PROF. DR. H. HASANUDDIN AF
Ketua
DR. HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA
Sekretaris
Post a Comment
Post a Comment